Perbankansyariah.umsida.ac.id – Kunjungan kenegaraan Raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud ke Indonesia pada 1–9 Maret 2017 menjadi momentum penting dalam hubungan bilateral Indonesia–Arab Saudi, tidak hanya dari sisi diplomasi, tetapi juga dalam sektor ekonomi makro.
Baca Juga: Mahasiswa Perbankan Syariah Umsida Antusias Ikuti Workshop Strategi Kerja Digital
Salah satu titik krusial dari kunjungan tersebut adalah komitmen investasi strategis yang menyasar sektor energi dan infrastruktur, membuka peluang baru dalam memperkuat ketahanan energi nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dampak Positif Investasi Raja Salman
Menurut laporan jurnal ilmiah karya Ninda Ardiani dari Universitas Airlangga, meskipun nilai investasi yang direalisasikan lebih kecil dari ekspektasi awal—yakni Rp 89 triliun dari target awal Rp 200 triliun—namun dampak positif dari investasi tersebut tetap signifikan, terutama dalam mendukung sektor energi nasional. Fokus utama kerja sama investasi berada pada proyek pengembangan kilang minyak di Cilacap yang melibatkan Saudi Aramco, perusahaan minyak terbesar Arab Saudi.
Proyek kilang minyak ini diproyeksikan memberikan manfaat ekonomi multipel. Selain meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah dalam negeri, proyek ini juga membuka peluang kerja baru, mempercepat transfer teknologi, dan mendorong pertumbuhan sektor industri terkait seperti logistik, konstruksi, dan manufaktur. Investasi ini menjadi salah satu bentuk konkret sinergi antara kebijakan energi nasional Indonesia dan strategi diversifikasi ekonomi Arab Saudi yang tengah mengurangi ketergantungan terhadap minyak mentah.
Kontribusi Terhadap Indikator Makroekonomi Nasional
Dalam tinjauan ekonomi makro, investasi langsung (foreign direct investment/FDI) memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Investasi menjadi salah satu komponen utama dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) karena mampu meningkatkan kapasitas produksi, memperluas lapangan kerja, memperkuat neraca pembayaran, dan mendukung pembangunan infrastruktur.
Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa sepanjang tahun 2016, realisasi penanaman modal asing di Indonesia mencapai Rp 101,3 triliun. Namun, Saudi Arabia berada di posisi ke-57 dari total 121 negara investor dengan total 44 proyek senilai 0,9 juta USD. Nilai tersebut memang relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura, Tiongkok, atau Jepang. Namun, kerja sama bilateral dengan Arab Saudi memiliki nilai strategis tersendiri mengingat hubungan historis, sosial, dan keagamaan yang kuat antara kedua negara.
Lebih dari sekadar nilai nominal, investasi dari Arab Saudi juga memiliki fungsi geopolitik dan ekonomi yang saling menguntungkan. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia menjadi mitra yang potensial, khususnya dalam pengembangan sektor jasa seperti penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, serta perdagangan produk halal dan industri pariwisata religi.
Tantangan dan Evaluasi Iklim Investasi Nasional
Meski kerja sama investasi dengan Arab Saudi membawa angin segar, perbandingan dengan negara lain menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan struktural. Sebagai contoh, dalam periode yang sama, Arab Saudi justru menggelontorkan dana investasi hingga Rp 870 triliun ke Republik Rakyat Tiongkok. Selisih yang mencolok ini mencerminkan bagaimana kesiapan infrastruktur, efisiensi birokrasi, dan kepastian hukum di Tiongkok menjadi faktor penentu utama dalam menarik investor asing.
Di sisi lain, Indonesia masih perlu melakukan reformasi kebijakan secara berkelanjutan agar dapat menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Permasalahan klasik seperti rumitnya proses perizinan, regulasi yang tumpang tindih, hingga biaya logistik yang tinggi menjadi hambatan yang perlu segera diatasi. Selain itu, transparansi dan kepastian hukum menjadi isu utama yang sering kali menjadi pertimbangan utama investor dalam memilih lokasi investasi.
Namun demikian, optimisme tetap mengemuka. Indonesia telah mendapatkan predikat “layak investasi” dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional seperti Moody’s, Fitch Ratings, dan Standard & Poor’s. Ini menunjukkan bahwa secara makro, kondisi fundamental ekonomi Indonesia dinilai stabil dan menjanjikan.
Baca Juga: FAI Umsida Jalin Kerja Sama Riset dan Akademik dengan IKIP PGRI Bojonegoro
Dengan posisi geografis yang strategis, pasar domestik yang besar, dan bonus demografi, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi utama investasi syariah dan konvensional di Asia Tenggara. Kerja sama investasi dengan Arab Saudi menjadi salah satu langkah awal yang perlu dioptimalkan melalui diplomasi ekonomi dan pembenahan internal yang berkelanjutan.